Dugaan Pelanggaran Konstruksi Mengemuka di Proyek Revitalisasi SMK Negeri 1 Tegineneng Pekerja Tanpa K3, Besi Banci Bertuliskan SNI, Pondasi Dangkal, dan PBG Belum Terbit

Dugaan Pelanggaran Konstruksi Mengemuka di Proyek Revitalisasi SMK Negeri 1 Tegineneng Pekerja Tanpa K3, Besi Banci Bertuliskan SNI, Pondasi Dangkal, dan PBG Belum Terbit

Pesawaran – Lampung.
Proyek revitalisasi bangunan SMK Negeri 1 Tegineneng di Kabupaten Pesawaran, Lampung, yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2025 senilai Rp 799 juta, menjadi sorotan setelah muncul temuan dugaan pelanggaran teknis, administrasi, serta keselamatan kerja dalam proses konstruksinya.

Hasil investigasi di lapangan menunjukkan sejumlah indikasi ketidaksesuaian terhadap standar konstruksi, penggunaan material, serta aturan keselamatan kerja yang seharusnya menjadi kewajiban pada setiap pekerjaan bangunan negara.

Pekerja Tidak Menggunakan K3 Meski Banner K3 Dipasang Besar
Di lokasi proyek terlihat para pekerja melakukan aktivitas konstruksi tanpa menggunakan helm proyek, rompi keselamatan, sepatu safety, dan sarung tangan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No. 5 Tahun 2018, serta PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.

Penerapan K3 wajib dijalankan oleh penyedia jasa konstruksi, termasuk memastikan pekerja mematuhi protokol keselamatan. Pelanggaran K3 yang tetap dilakukan meski telah diberikan teguran dapat berujung pada pidana kurungan hingga tiga bulan, denda, penghentian pekerjaan, atau pencantuman penyedia jasa ke daftar hitam.

Temuan Besi Banci Bertanda SNI
Dalam pemeriksaan material, tim menemukan penggunaan besi bertuliskan SNI 12 mm, namun ketika diukur menggunakan jangka sorong, diameter sebenarnya berada di kisaran 10–11 mm, jauh dari toleransi standar SNI 2052:2017.

Material yang tidak memenuhi standar berpotensi mengurangi kekuatan struktur bangunan, apalagi digunakan pada elemen-elemen kritis seperti kolom dan balok.
Penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi dapat dikenai sanksi sesuai UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp 2 miliar, serta ketentuan UU Jasa Konstruksi yang mengancam penyedia jasa dengan pidana hingga satu tahun penjara apabila terbukti sengaja menurunkan mutu pekerjaan.
Pondasi Diduga Tidak Sesuai Standar
Temuan berikutnya adalah kedalaman pondasi yang terlihat tidak memenuhi standar teknis. Pada beberapa titik, pondasi tampak sangat dangkal, banyak rongga, serta susunan batu kali yang tidak rapat, sehingga berpotensi menurunkan stabilitas bangunan.

Secara teknis, kedalaman pondasi bangunan umumnya berada pada kisaran 60–80 cm atau sesuai dokumen perencanaan. Pelanggaran standar pondasi masuk dalam kategori pelanggaran mutu dan volume pekerjaan, yang dalam UU Jasa Konstruksi Pasal 86 dapat berujung pidana hingga lima tahun penjara jika menimbulkan kerugian negara atau membahayakan keselamatan.

Proyek Diduga Berjalan Tanpa PBG/IMB
Investigasi juga menemukan bahwa pekerjaan telah berjalan meskipun Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) belum diterbitkan. Padahal, berdasarkan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan PP No. 16 Tahun 2021, setiap pembangunan wajib memiliki izin sebelum memulai konstruksi.

Pembangunan tanpa PBG dapat dikenakan sanksi berupa penghentian pekerjaan, pembongkaran bangunan, hingga denda administratif.

Pernyataan Kepala Sekolah: Pekerjaan Diklaim Sudah Sesuai Standar
Saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Tegineneng, Junaina, menyatakan bahwa seluruh proses pembangunan telah mengikuti prosedur yang berlaku.

“Semua pekerjaan telah sesuai standar, baik secara teknis maupun administrasi. Pembelian besi dilakukan di toko bangunan sekitar, menggunakan pekerja masyarakat setempat, dan seluruh proses pekerjaan telah didampingi oleh Kodim serta Dinas Pendidikan Provinsi,” ujarnya.

Junaina menegaskan bahwa pihaknya percaya pekerjaan telah memenuhi ketentuan karena ada pendampingan dari berbagai pihak.
Meskipun ada klaim kesesuaian dari pihak sekolah, temuan fisik di lapangan seperti besi tidak sesuai SNI, kedalaman pondasi yang dangkal, hingga pekerja tanpa APD memberikan indikasi bahwa kualitas pekerjaan perlu diuji kembali melalui audit teknis independen.

Proyek revitalisasi sekolah ini menyangkut keselamatan pengguna gedung di masa depan, sehingga standar teknis dan hukum harus dijalankan sepenuhnya demi menghindari risiko keruntuhan bangunan maupun kerugian negara. (JMI)

Post Comment